Minggu, 09 September 2007

Buka Mata Kaum Luar; Revolusi Dayak

Begitu sering kata pemimpin terngiang di telinga kita, namun hanya sedikit sekali orang yang bisa memperoleh gelar pemimpin itu. Ada kalanya di setiap daerah yang memiliki masyarakat original (asli) ingin dipimpin oleh kaum yang berasal dari negeri sendiri. Rakyat papua ingin dipimpin oleh orang papua, rakyat batak ingin dipimpin oleh orang batak, rakyat jawa ingin dipimpin oleh orang jawa, dan siapakah dari kaum kita, kaum Dayak yang tidak ingin dipimpin oleh orang dari kaum kita sendiri, kaum Dayak? Memang tidak dipungkiri, bahwa kita sebagai rakyat Dayak terhadap pihak luar, menerima dengan senang hati kedatangan mereka.
Tapi dari masa ke masa, penerimaan orang Dayak terhadap kaum luar seakan-akan tidak pernah digubris. Padahal memang kita telah lama hidup dengan mereka, namun apa dayanya segala pemberian kita, segala keramahtamahan kita dibayar mereka dengan caci maki dan rasa benci terhadap kaum kita, kaum Dayak. Kelihatan menyedihkan memang, tapi itulah kenyataannya.
Pada tanggal 09 September pada hari minggu, saya bersama rombongan SMA USABA St. Petrus mengadakan acara pembubaran OSIS periode 2006/2007 di Pantai Pulau Datok. Sepanjang perjalanan kami melewati daerah-daerah perdesaan di Kayong Utara dan banyak
sekali terpampang poster Calon Gub. Kal-Bar yang berasal dari kaum non-Dayak. Wajah-wajah itu itu saja yang saya lihat dan
membuat mata saya agak sakit. Bukan hanya mata saya yang sakit, tapi hati kecil saya merasa sakit juga. Karena sepengetahuan saya, pada saat itu saya bersama guru saya duduk di atas Bus dan bercerita bahwa daerah kayong utara lumayan banyak kaum Dayak yang bermukim di sana. Nah, tapi kenapa hanya wajah X saja yang muncul di poster yang bertebaran di tepi jalan itu? Sejenak saya berpikir akan hal tersebut. Apakah kaum kita di daerah itu sudah termakan iming-iming dan kata-kata manis dari Satria Poster itu, padahal pada masa-masa sebelumnya kaum kita, kaum dayak telah terinjak-injak dengan julukan rakyat kafir, rakyat tidak berpendidikan, tidak bermoral? Kenapa masih saja mau termakan janji saja. Siapa saja bisa memberikan janji, tapi prakteknya nanti? Setelah menjadi pejabat, orang-orang seperti itu akan melupakan janjinya dan malahan dengan kekuasaannya akan berlaku sewenang-wenang terhadap rakyatnya?
Jika kita melihat ke belakang dan kitab Perjanjian Lama, bagaimana bangsa Israel keluar dari Mesir. Bangsa Mesir yang semula menerima baik bangsa Israel malah bertolak belakang ingin menghancurkan bangsa itu. Dan atas perjuangan yang keras pula, bangsa Israel bisa luput dari kekejaman bangsa Mesir. Nah, jika kita lihat cuplikan ayat tersebut, betapa besar keinginan rakyat israel untuk keluar dari genggaman dan belenggu bangsa Mesir yang iri melihat bangsa itu semakin besar dan semakin kuat. Dayak
juga seperti itu, malahan banyak sekali etnis-etnis non-Dayak menganggap Dayak itu sebagai pengganggu, dan mungkin saja perencanaan pemusnahan Genosida terpikir dari benak mereka. Namun ini hanya prediksi dari ketakutan hati seorang anak Dayak yang mungkin-mungkin saja bisa terjadi setiap saat terhadap kaum kita. Belajar dari pengalaman Israel, Tuhan telah menunjukan jalan kepada mereka untuk perubahan. Dan apakah Dayak juga bisa berubah? Tergantung pada kita sendiri, para kaum Dayak Kalimantan Barat. Jika dari awal kita tidak bersatu, bagaimana kita bisa berubah?
Diskriminasi terhadap orang dayak sepertinya sudah sangat terasa sampai sekarang, mulai dari Pemilu hingga sistem kerakyatan saja sudah ada diskriminasi. Lihat saja, pada festival adat setiap tahun khususnya di Ketapang ini. Untuk memperoleh dana dari pemerintah saja begitu sulitnya, hanya untuk festival adat saja. Tapi ketika etnis dari Melayu ingin melakukan festival dayak, sepertinya lancar-lancar saja. Tapi entah kenapa, untuk festival khusus adat Dayak, suku asli kalimantan saja pengajuan dana kepada pemerintahan begitu sulitnya? Benar ada diskriminasi di situ. Tidak hanya itu, lihatlah di jalan-jalan besar Ketapang, dahulunya bundaran kita yang berbentuk rumah adat dayak berubah menjadi rumah adat melayu yang berwarna kuning dan hijau, seakan akan corak dayak sengaja di hapuskan dari kota Ketapang kita ini?
Memang, untuk sementara kita rakyat Dayak hanya bisa meratap nasib kita itu. Tapi tidak selamanya kita berdiam diri saja.

Hilangkanlah pandangan orang terhadap Rakyat Dayak, bahwa kita adalah rakyat kafir!! Apa gunanya saudara kita bersembahyang di Masjid, di Gereja, di Kuil, Klenteng dan sebagainya, karena dengan menjejal gelar "Dayak", berubah di mata kaum non-Dayak sebagai orang kafir. Celakalah orang munafik seperti itu, benar pandangan Yesus Kristus bahwa Hal yang paling haram bukanlah Segala sesuatu yang keluar dari perut, karena sampah itu akan dibuang ke dalam jamban, tetapi celakalah orang yang munafik yang paling haram, karena dari padanya lah yang keluar dari hati melalui mulutnya itulah yang paling haram. Merekalah yang menganggap bangsa Dayak itu kafir yang mengkafirkan diri sendiri. Seakan-akan yang mereka keluarkan dari mulut mereka itu seperti orang yang tak ber-Tuhan.

Marilah rakyat Dayak, kita buka mata. Buka hati dan bergeraklah. Berhenti kita tergoda janji mereka yang ingin menghancurkan kita. Kita bukan suatu ketakutan untuk bangsa lain, karena kita bagian dari mereka. Dan akan kita tunjukan bahwa Dayak tak selamanya jelek. Dan saya ulangi seruan Pak Yan Sukanda; HIDUP DAYAK MERDEKA: Merdeka dari Penolakan Orang Lain, Merdeka dari Kekuasaan Orang Lain, Merdeka dari Kecurigaan Sepanjang Masa Orang Lain!!!
Karena saat inilah kita berubah, selanjutnya? Kapan lagi?

Tidak ada komentar:

Powered By Blogger